Sabtu, 14 Maret 2015

STRATEGI PENGELOLAAN DIKLAT DALAM PENGEMBANGAN KUALITAS SDM APARATUR DIKLAT PROVINSI LAMPUNG

KATA PENGANTAR
Tema yang diangkat dalam makalah ini adalah tentang Strategi Pengelolaan Diklat dalam upaya Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia’. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Pendidikan dan pelatihan  adalah salah satu instrumen yang dapat meningkatkan pengembangan SDM, hal ini  dirasa amat penting keberadaannya, mengingat masih  rendahnya mutu SDM kita dibandingkan dengan negara –negara lain. Di tengah-tengah berbagai sumber kekuatan atau berbagai jenis potensi untuk program yang mengandung potensi untuk menimbulkan perubahan organisasi, maka isu kritisnya adalah seberapa kuat (stimulan) yang bersumber dari optimalisasi pengelolaan dan program pendidikan dan pelatihan mampu berperan sebagai “pemicu” dalam perubahan organisasi atau pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kebijakan tentang prioritas pembangunan Indonesia mengorientasikan pada : “Pembangunan sumber daya manusia agar makin meningkat kualitasnya sehingga dapat mendukung pembangunan  melalui peningkatan pengelolaan/penyelenggaraan Diklat aparatur yang makin bermutu, disertai peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian yang dibutuhkan berbagai bidang pembangunan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi yang makin mantap”.
Demikian makalah yang penulis susun, semoga dapat melengkapi bahan kajian yang telah disusun oleh para penulis lainnya.

Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar

i
Daftar Isi

ii
Pendahuluan

1
Analisis SWOT dalam pengelolaan diklat

5
Kualifikasi Diklat yang diperlukan masa depan

8
Strategi pengelolaan Diklat dalam pengembangan kualitas SDM

9
Performa Widyaiswara

10
Kesimpulan

11
Daftar pustaka

12










STRATEGI  PENGELOLAAN DIKLAT DALAM
PENGEMBANGAN  KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
1.1.            PENDAHULUAN
1.2.      Latar Belakang
Dalam ersa globalisasi sekarang ini,  perkembangann sains dan teknologi dalam berbagai kehidupan semakin meningkat, terutama karena desakan tuntutan masyarakat baik di level lokal,nasonal maupun global. Untuk menyesuaikan dan mengantisipasi pengaruh tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Terlebih sebentar lagi Asian Economi Community  (AEC 2015) era pasar bebas sudah didepan mata.
Berkaitan dengan hal tersebut, pembangunan nasional Indonesia saat inipun memerlukan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Personil yang telah ada sebagian besar masih belum mampu menyelesaikan pekerjaan pada jenjangnya masing-masing. Oleh sebab itu sasaran umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua untuk menciptakan kualitas manusia dan kualitas masyarakat merupakan keputusan strategis yang seyogayanya diimplementasikan dalam berbagai sektor Pemerintahan.
Pengelolaan sumber daya manusia tidak hanya terpusat pada kegiatan seleksi, penempatan, pengupahan, pelatihan, transfer, promosi serta berbagai tindakan lainnya, yang fokusnya adalah pada kepentingan organisasi kerja. Tugas utama dari pengelolaan sumber daya seringkali hanya mengusahakan agar personil dapat bekerja secara efektif. Perhatian yang terlampau terpusat pada kepentingan organisasi kerja cenderung disertai pengabaian hak-hak mereka untuk diperlakukan secara manusiawi. Strategi pembangunan yang manusiawi, bukan saja memperhitungkan peningkatan kualitas sumber daya manusia, dikenal dengan istilah strategi pengembangan sumber daya manusia atau human resources development. Tapi dalam artian yang luas pengembangan sumber daya manusia terutama meliputi pendidikan dan pelatihan,
Ciri yang konkrit dari program pendidikan dan pelatihan dalam peningkatan mutu unjuk kerja personil selalu berkembang, karena kebutuhan organisasi kerja dan masyarakat selalu berubah. Kekuatan potensial yang dapat menimbulkan perubahan adalah yang saling berkaitan. Namun kegagalan bisa terjadi manakala saling tumbang tindih yang satu dengan yang lain, maka mungkin saja program pendidikan dan pelatihasn merupakan salah satu bentuk secara sengaja, tidak mampu menimbulkan perubahan yang substansial dalam rangka suatu rekayasa.
Upaya perbaikan kurikulum diklat pola baru  memang sudah dimulai hanya masalahnya bagaiamaan meminimalisasi masa transisi , sehingga program diklat tetap berlangsung tanpa ada masalah seperti penundaan satu tahun lebih  empat angkatan diklat pimpinan tingkat tiga. Karena kita gagal mengantisipasi perubahan
Penelaahan seperti ini adalah tidak memadai apabila analisisnya terbatas pada efisiensi dan efektivitas internal sebagai sebuah program dengan sistem tertutup. Persoalan akan terungkap lebih jelas, jika dianalisis pula faktor eksternal, terutama faktor organisasi kerja dalam mendayagunakan personil yang telah melalui proses pendidikan dan pelatihan.
Di tengah-tengah berbagai sumber kekuatan atau berbagai jenis potensi untuk program yang mengandung potensi untuk menimbulkan perubahan organisasi, maka isu kritisnya adalah  impuls yang bersumber dari pengelolaan dan program pendidikan dan pelatihan  sangat berperan sebagai “pemicu” dalam peningkatan sumber daya aparatur.
1.3.      Tujuan
Tujuan Penulisan adalah Memeberikan masukan bagi pengelola Lembaga DIKLAT dalam upaya peningkatan SDM aparatur
1.4.      Masalah
Pengelolaan Diklat Belum Optimal
           

II.  PEMBAHASAN
2.1 ANALISIS SWOT DALAM PENGELOLAAN DIKLAT
  Pengelolaan Diklat dalam rangka pengembangan kualitas SDM banyak faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan maupun kegagalan dalam meningkatkan kinerja  organisasi. Berbagai analisis yang digunakan dimaksudkan untuk melakukan telaah terhadap berbagai situasi atau keadaan lingkungan Diklat baik lingkungan internal maupun eksternal. Salah satu instrumen penting mengantisiapsi situasi dan kondisi perlu menggunakan analisis SWOT seperti yang ditegaskan oleh Hunger dan Wheelen, “The factor are most importance to the corporation’s future are refered to as strategic factors and summarized with the acronym S.W.O.T, standing for Strength,Weaknesses, Oppotunities, and Threats (Hunger dan Wheelen, 1993: 12).
Analisis SWOT mengembangkan strength (kekuatan), weaknesses (kelemahan), oppotunities (kesempatan), dan threats (ancaman). Pendekatan ini berusaha mengembangkan kekuatan¬kekuatan dan kelemahan-kelemahan internal organisasi (Looking In), dengan memperhatikan kesempatan-kesempatan dan ancaman¬ancaman yang ada dari lingkungan eksternal (Looking Out). Dalam makalah ini dibicarakan khusus yang berkenaan dengan Pengelolaan Diklat Aparatur dalam rangka pengembangan sumber Daya Manusia di Lingkungan Pemerintahan. Komponen tersebut akan dibahas berikut ini satu per satu.
2.1.1. Kekuatan ( Strength )
Faktor yang menjadi kekuatan dalam mengelola  Diklat sebagai lembaga pengembangan dan pembinaan SDM adalah setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah dalam hal ini Lembaga Administrasi Negara RI ( LAN RI) No. 10, 11,12,13 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Diklat Pola Baru , maupun UU no 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sinpil Negara, dan Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai pedoman bagi pada pelaksana Diklat . serta Peraturan Kepala LAN RI No 20/2013  tentang Standar Biaya Umum Pendidikan dan Pelatihan dan peraturan lain yang terkait.
Prioritas pembangunan yang berkaiktan dengan SDM adalah bahwa: “Pembangunan sumber daya manusia agar makin meningkat kualitasnya sehingga dapat mendukung pembangunan  melalui peningkatan produktivitas dengan pendidikan nasional yang makin merata dan bermutu, disertai peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian yang            dibutuhkan berbagaibidang pembangunan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi yang makin mantap”.
Di Indonesia telah diadakan berbagai pendidikan dan pelatihan dari berbagai bidang atau profesi dengan maksud meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan profesionalisme pegawai agar diperoleh kinerja yang optimal.
Mutu unjuk kerja personil setelah bertugas kembali menunjukkan kemampuan menyelesaikan tugas dengan rasa percaya diri yang cukup tinggi. Dengan demikian kita telah memiliki kekuatan¬kekuatan berupa peraturan pendukung, sejumlah personil yang telah dilatih, dan ketrampilan kompetitif yang baik. Dan tersedianya sejumlah calon  peserta diklat  SDM) yang siap dilatih.
2.1.2. Kelemahan ( weaknesses)
Dalam pengelolaan Diklat sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pembinaan Aparatur Negara masih ditemui sistem manajemen yang belum efisien dan efektif. Di antara kelemahan atau kendala yang dihadapi (U. Husna, 1995) adalah:
1)      Mutasi/rotasi personil terlalu sering
2)      Penilaian peserta dalam proses belajar maupun penyelenggaraan diklat belum dimanfaatkan
3)       fasilitas dalam  pelayanan kepada learners terlebih-lebih pada saat peralatan terbatas belum  maksimal.

2.1.3. Kesempatan ( opportunities )
- .Tersedianya program-program diklat oleh lembaga pemerintah maupun swasta dalam upaya meningkatkan pengetahuan baik berupa program Training of trainer (TOT)  bagi widyaiswara, Training of fasilitator  (TOF ),  Manajem,en of  training ( MOT) bagi pengelola
-. Perkembagan dunia semakin terbuka yang memerlukan kepekaan bagaimana memamfaatkan berbagai peluang yang ada. Ada sebuah pandangan yang menyatakan bahwa peluang yang terbuka tidak memiliki fungsi apa-apa tanpa dapat memanfaatkannya secara pro aktif. Kesempatan-kesempatan yang ada dapat dipetik dari ekspansi global adalah bagaimana kita mampu  mengakses berbagai informasi dunia yang dapat membantu mengembangkan SDM kita.
Berbagai kegiatan yang berorientasi pada peningkatan mutu pengelolaan Diklat , baik dalam bentuk pendidikan,pelatihan, seminar ,workshop dan benchmark  baik yang diselenggrakan lembaga pemerintah maupun non pemerintah memberi ruang gerak bagi setiap aparat maupun manajer untuk terus dapat meningkatkanb kualitas` sumber daya manusia pengelolaan Diklat.  Kemampuan SDM kita dalam penguasaan Iptek memberikan kesempatan untuk merebut berbagai kesempatan. Bahkan lulusan SDM kita dari luar negeri dan dalam negeri memberikan sponsor pendidikan dalam peningkatan mutu SDM.
2.1.4. Ancaman ( threats )
- Mekanisme pencairan anggaran diklat dari instansi pengirim masih sering terjadi kendala akibat perubahan peraturan dimana biaya yang dikirim dari instansi peserta dari berbagai kabupaten kota harus lebih dulu masuk ke kas daerah sebelum ke lembaga diklat, sehingga waktu dibutuhkan lebih lama serta administrasi tidak sederhana.
-Dalam beberapa tahun belakangan ini tidak sedikit calon peserta diklat lebih memilih mengikuti diklat di provinsi lain, antara lain Jogyakarta, Bandung, Banten dll karena administrasi lebih cepat.
Disamping itu, yang juga maenjadi tantangan bagi paengeloka diklat adalah adanya persepsi umum bahwa mengikuti diklat di lembaga diklat hanyalah formalitas belaka sekedar mendapat sertifikat sebagai syarat kepegawain.

2.2       KUALIFIKASI DIKLAT  YANG DIPERLUKAN MASA DEPAN
Tuntutan kebutuhan Organisasi yang akan datang ditandai dengan dominasi teknologi komunikasi, sebagian besar pekerjaan Pegawai Negeri Sipil terletak pada sektor jasa dan informasi. Informasi merupakan kekuatan dan kekuasaan pada zaman pasca modern. Dunia sedang bergulat dalam masa transisi menuju Globaliasi Disinilah Sebuah lembaga Pendidikan dan Latihan berperan menyiapkan  tenga aparatur yang profsional.
Teknologi komunikasi menghilangkan batas ruang dan waktu. Peristiwa yang terjadi di seluruh dunia mempengaruhi reaksi kita. Kita ikut terharu oleh mayat-mayat yang tertimpa bencana di belahan bumi yang lain. Jaringan telekomunikasi telepon, telek, faksimili, radio, televisi, komunikasi (gabungan komputer dan telekomunikasi), international network (internet) secara eksponensial memperbanyak frekuensi kontak kita. Lembaga Diklat harus menyesuaiakan dengan perubahan.
Seorang Aparatur  dikatakan profesional secara psikologis bila dapat memberikan reaksi yang tepat pada Organisasi dimana ia berada, bila ia “well adjusted”. Kemampuan beradaptasi memberikan kesan bahwa ia mampu memahami dan mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan/organisasi. Ia memiliki ketrampilan dan memperlihatkan unjuk kerja yang optimal. Mutu unjuk kerja yang diharapkan adalah tercapainya tingkat kematangan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada personil.
Hersey dan Blanchard (1980:162) mengemukakan variasi kematangan seseorang ditinjau dari tanggung jawab sebagai berikut:
(1)        individuals who are neither willing nor able to take responsibility.
(2)        individuals who are willing but not able to take responsebility
(3)        individuals who are able but not willing to take responsibility, and
(4)        individuals who are able to take responsibility.
Jadi tingkat keberhasilan pengelolaan dan program Diklat bisa dicirikan peningkatan pelayanan aparatur yang memperlihatkan mutu unjuk kerja yang tinggi.










2.3.      STRATEGI PENGELOLAAN DIKLAT DALAM PENGEMBANGAN  KUALITAS SDM.
Untuk pembinaan serta pengembangan sumber daya manusia diperlukan suatu strategi tertentu, sehingga hasil yang diharapkan bisa tercapai. Henry Mintzberg yang menjelaskan bahwa, A strategy is the pattern or plan that integrates an organization’s gloals, policies, and action sequences into a cohesive whole. (Henry Mintzberg, 1982:5). Farky Gaffar menegaskan bahwa strategi adalah mekanisme organisasi yang menjabarkan visi secara operasional dan menterjemahkan kebijaksanaan dalam bentuk tindakan nyata. Strategi adalah cara yang tepat untuk melaksanakan kebijakan (1994:7).
Strategi dalam mengelola diklat  profesional  dalam manejemen adalah sebagai berikut:
-2.3.1 Optimalisasi pengelolaan diklat pola baru dgn meningkatkan    pengetahuan penyelenggara dan performa widyaiswara. Salah satu kegiatan dalam pengkajian ini adalah mengkaji mutu unjuk kerja personil. Agar perencanaan pendidikan dan pelatihan mencapai sasaran, maka organisasi pemakai perlu mengkaji mutu unjuk kerja personil di lingkungannya secara komprehensif.
Daniel L. Stufflebeam dkk (1985:6-7) mengemukakan beberapa definisi kebutuhan dalam mengkaji kebutuhan adalah sebagai berikut:  kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan bagi pengelola dan widyaiswara    Discrepancy view: A need is discrepancy between desired performance and observed or predicted performance”. Democratic view: A need is a charge desired by a mayority of some referance group. Analytic View: A need is direction in wich improvement can be predicted to accur, given information about current status. Diagnostic view: A need is something who absence or defiency proves harmfull.
Kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan bukan hanya dilakukan secara kuantitatif tapi perlu dilakukan secara komprehensif yakni dengan mengkaji dan menginventarisasi mutu unjuk kerja personil yang ada sekarang dengan yang seharusnya untuk mampu menyelesaikan pekerjaan. Performa Widyaiswara
Tantangan dalam pengembangan program dan pelaksanaan kurikulum adalah faktor pengajar (/Widyaiswara/Insstruktur, panitia, dan sistem organisasi. Dalam kondisi seperti ini dituntut tanggungjawab pimpinan sebagai perancang program. “In dedigning profesional development programs for those responsible for instructions, instructional leaders should address the technical skills needed to develop and implement an outcome-ased instructional system...” (Kathleen A. Fitzpatrick, 1995:127).
Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa kurikulum perlu diupayakan untuk dihubungkan dengan tugas personil di lapangan yang menyangkut berbagai ketrampilan. Keterhubungan itu memang perlu diperhatikan dalam merancang kurikulum. Substansi Kurikulum perlu menyentuh seluruh kebutuhan organisasi dan pertumbuhan kepribadian peserta. Jika dilihat dari materi kurikulum, agar peserta mengalami perubahan yang mendasar sebagai aparat pemerintah, maka kurikulum seyogyanya secara substansi memuat tentang: tecnical skill, conceptual skill, human skill, political skill, dan personal growth.
Ketrampilan teknis (technical skill) yaitu kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknik dari suatu bidang kegiatan tertentu. Ketrampilan manusiawi (human skill) yaitu kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami dan merancang serta mendorong orang lain. Orang lain itu termasuk bawahan.
Ketrampilan konseptual (conceptual skill) adalah kemampuan mengkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi sehingga organisasi dapat dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh.
Ketrampilan politis (Political skill) dimaksudkan adalah ketrampilan yang mampu memperoleh kekuatan untuk mencapai tujuan organisasi. Ketrampilan politis termasuk menentukan hubungan yang benar dan mempengaruhi orang yang benar. Ketrampilan politis termasuk memenangkan pengaruh dari orang lain, merebut kekuatan ataupun mempertahankan kekuatan. Ketrampilan  ini memungkinkan seorang untuk  terus mengembangkan kariernya. “Recently, Pfeffer (1989) suggested that a political focus may be an important, yet overlook. persfective in understanding career success”. (Timothy A. Judge, 1994:44).
Pertumbuhan kepribadian (personal growth) diharapkan tumbuh sikap yang positif terhadap keseluruhan tugas pengabdiannya, dan kedewasaan bertindak. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang pemimpin. Penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi stafnya.Peserta sebagai input diasumsikan sudah memiliki
(K) Knowledge: Pengetahuan, (S) Skill: Ketrampilan, dan (A) Atitude: Sikap. Setelah selesai mengikuti pendidikan diharapkan lebih menekankan pada perubahan Atitude (Sikap), setelah itu Skill (Ketrampilan), dan terakhir memiliki knowledge (pengetahuan). Upaya untuk menguasai KSA menjadi ASK tidak hanya dalam semboyan tapi diwujudkan dalam setiap penyampaian aspek kurikulum, dengan terintegratif dalam setiap proses belajar mengajar. Aspek tersebut memang tidak terlihat secara eksplisit dalam kurikulum, aspek tersebut seakan-akan tersembunyi di dalam setiap piranti, dan nyata hingga tidak perlu penyampaian secara monolitik.
Performance instruktur / Widyaiswara   mencakup aspek-aspek:
a). Kemampuan profesional, b) Kemampuan sosial, c)Kemampuan personal. Ketiga standar umum ini sering dijabarkan sebagai berikut: (Johnson, 1980). Kemampuan profesional seorang pelatih atau instruktur meliputi: (1) Penguasaan materi pelajaran yang terdiri dari bahan yang akan diajarkan, dan konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan itu: (2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan; (3) Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.Kemampuan sosial menyangkut kemampuan menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai instruktur. Kemampuan personal (pribadi) mencakup: (1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai seorang pelatih beserta unsur¬unsurnya: (2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang instruktur: (3) Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya panutan dan teladan bagi peserta latihan.Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi instruktur perlu mendapat pengakuan dan perlindungan hukum. Sehingga tidak semua orang mempunyai peluang untuk tampil menyelenggarakan proses belajar mengajar.Metode yang dipergunakan Widyaiswara dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam persepsi peserta seyogyanya dapat.membangkitkan keakraban emosional dan memberikan kepercayaan intelektual.
2.3.2. Memanfaatkan tenaga diklat yang berpengalaman
Berikutnya strategi yang akan memberi efek positif adalah bagaimana pimpinan diklat memanfaatkan sebesar-besar sumber daya manusia yang berpengalaman dan tentu akan lebih baiklagi personil yang mampu mengelola program tidak lagi secara manual. Tenaga seperti ini cukup memadai di lembaga diklat provinsi lampung tapi hanya karena perbedaan pendapat  yang tidak terselesaikan, mereka yang cukup terampil kurang dimanfaaatkan bahkan dimutasi
2.3.3. Mutasi pegawai
Disamping hal tersebut diatas, saatr ini sudah menjadi hal yang lumrah seseorang apakah staf atau pejabat, mengalami dinamika yang rumit dalam hal mutasi. Hal ini bisa dimaklumi jika landasanya adalah penyegaran, tetapi yang terjadi belakanagan ini sudah frekwensi dan intensitasnya meningkat tajam, bahkan cenderung  mempengaaruhi kinerja pegawai. Untuk mengatasi hal demikian ini pengelola diklat hendaknya merancang inseminasi diklattiham   atau pelakantor sendiri bagi tenaga/pejabat yang baru dimutasi sehingga program diklat tidak terkendala.
2.3.4.Evaluasi.
Memanfaatkan data hasil penilaian peserta dalam monev   (Kematangan dlm persiapan,  pelaksanaan) diklat dan     melakukan evaluasi pascadiklat secara berkala.
Persiapan dan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan memerlukan persiapan. Di antara persiapan itu adalah membuat kebijakan pertemuandengan penatar, membuat jadwal, mempersiapkan fasilitas proses belajar mengajar.  Untuk membuat persiapan pendidikan dan pelatihan Diklat perlu mengadakan pertemuan dengan seluruh penatar. Kita tidak boleh erasumsi bahwa silabi sudah cukup memadai untuk pegangan menyampaikan materi. Pertemuan dengan seluruh Widyaiswara pada dasarnya untuk mencegah terlalu jauh menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Koordinasi di antara adanya pertemuan bersama semua gerak langkah terkoordinasi dengan baik. Dalam hal seperti ini perlu sikap hati-hati dalam membuat suatu asumsi seperti yang disarankan oleh Michael W. Apple (1995:153), “We should cautions of technical solutions to political problems. We should cautions about fine-sounding words that may not take account of daily lives of the people who work in this institutions
Evaluasi atau penilaian dilakukan pada dasarnya untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan, Termasuk didalamya Kelengkapan Sarana dan Prasarana serta kesiapan tenaga penyelenggara  sebagai bagian penting keberhasilan.   Dengan evaluasi dapat diketahui bagian mana  yang dapat dikembangkan terutama yang masih lemah. Evaluasi juga dapat mengetahui faktor penyebab kelemahan dalam proses belajar mengajar kemudian diupayakan menemukan cara pemecahannya, bukan evaluasi penyelenggaraan Pelatihan dan penilaian Instruktur/Widyaiswara yang hanya sekedar mengisi balanko  rutinitas belaka tanpa ada tindak lanjutnya.
- Mengoptimalkan komunikasi utk meningkatkan pemahaman dan   sosialisasi program diklat. Komunikasi yang perlu  ditingkatkan meliputi komunikasi internal diklat dan mitra kerja sangat dibutuhkan untuk  meningkatkan pemahaman  dan menjamin semua perencanaan, perubahan program diklat segera tersampaikan sehingga bila ada perubahan baik indek pembiayaan, program  yang berubah, bisa disesuaikan dengan anggaran dan progam kerja mitra yang terkait

 2.3.5. Memaksimalkan kinerja lembaga diklat dalam  hal peningkatan   kualitas pelayanan.
 Di era sekarang ini suatu lembaga dikatakan profesional dengan mudah bisa dilihat dengan kasat mata seberapa berkualitasnya pelayanan  pengelola lembaga. 
2.3.6.Membangun budaya kerja efektif (belajar cepat, hasil maksimal).












III.  KESIMPULAN
Pengembangan sumber daya manusia akan berjalan dengan efektif  bila organisasi penyelenggaraan mengelolanya secara profesional. Salah satu upaya engembangan SDM adalah pendidikan dan pelatihan. Untuk melaksanakan pendidikan dan  pelatihan diperlukan suatu strategi. Strategi yang dapat ditempuh tetap mengacu pada mutu, di mana produk akhir diukur dan memenuhi standard tertentu. Standard bagi personil diukur dari kemampuan melaksanakan tugas sesuai dengan jenjang jabatan structural maupun fungsinal atau keterampilan tehnis  tertentu. Mutu yang akan ditingkatkan adalah mutu unjuk kerja personil agar mereka lebih produktif dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggungjawabnya sekarang atau untuk masa yang akan datang.
Upaya perbaikan mutu oleh pengelola Diklat adalah unjuk kerja yang tuntas perlu dilakukan secara terus menerus, mulai dari mengkaji mutu unjuk kerja, melaksanakan strategi pendidikan dan pelatihan, mengevaluasi dan membina mutu unjuk kerja setelah selesai pendidikan dan pelatihan (Evaluasi Pasca Latihan). Dalam mengkaji mutu unjuk kerja personil lakukan kegiatan identifikasi mutu unjuk kerja personil dengan instrumen yang valid dan reliabilitasnya telah teruji, membuat kebijakan dan prioritas, menentukan program yang ditempuh.
 Pengelola Lembaga pendidikan yang bertugas meningkatkan mutu unjuk kerja personil seyogyanya mempertimbangkan hasil kajian mutu unjuk kerja personil yang telah diperoleh, sebagai bahan pengayaan kurikulum. Kurikulum yang dipakai adalah koheren yang secara substantif mensikronisasikan kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi sebagai tujuan yang akan dicapai. Kurikulum, proses pendidikan dan pelatihan, dan evaluasi selama proses Diklat berlangsung hingga Evaluasi pascadiklat merupakan suatu sistem yang harus direncanakan secara strategis, sehingga dalam pelaksanaan tidak banyak mengalami benturan dan hambatan. fasilitator/Widyaiswara  dan peserta merupakan komponen yang sangat menentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, U. Husna, 1995, Permasalahan Sumberdaya Aparatur : Tinjauan dari Aspek Pendidikan dan Pelatihan, Pontianak, LAN dan Pemda Kalbar.
Hersey ,Paul and Blanchard, Kennet.H, 1980, Management of Organizational Behavior, Utilizing Human Resources, New`Delhi , Prentice Hall of India Private Limited .
Hunger,J. David dan Wheelen, Thomas L, 1993, Strategic
Judge, Timothy A & Robert D Bretz ,1994, Political Influence Behavior and Career Success, Journal of Management 20(1).
Mintzberg, Henry and Brian Quinn James, 1992,The Stategy Process, Concepts and Contexts, New Jersey USA, Prentice Hall Inc.
Nawawi, Hadari, 2001, Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Nursanti, T.Desy, 2002, Strategi Teintegrasi Dalam Perencanaan SDM , dalam Usmara, A (ed), Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Amara books.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar