KATA
PENGANTAR
Tema yang diangkat dalam makalah ini
adalah tentang Strategi Pengelolaan Diklat dalam upaya Pengembangan Kualitas
Sumber Daya Manusia’. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Pendidikan dan
pelatihan adalah salah satu instrumen
yang dapat meningkatkan pengembangan SDM, hal ini dirasa amat penting keberadaannya, mengingat
masih rendahnya mutu SDM kita
dibandingkan dengan negara –negara lain. Di tengah-tengah berbagai sumber
kekuatan atau berbagai jenis potensi untuk program yang mengandung potensi
untuk menimbulkan perubahan organisasi, maka isu kritisnya adalah seberapa kuat
(stimulan) yang bersumber dari optimalisasi pengelolaan dan program pendidikan
dan pelatihan mampu berperan sebagai “pemicu” dalam perubahan organisasi atau
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kebijakan tentang prioritas pembangunan
Indonesia mengorientasikan pada : “Pembangunan sumber daya manusia agar makin
meningkat kualitasnya sehingga dapat mendukung pembangunan melalui peningkatan
pengelolaan/penyelenggaraan Diklat aparatur yang makin bermutu, disertai
peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian yang dibutuhkan berbagai bidang
pembangunan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi yang makin
mantap”.
Demikian makalah yang penulis susun,
semoga dapat melengkapi bahan kajian yang telah disusun oleh para penulis
lainnya.
Penulis
Daftar
Isi
Kata
Pengantar
|
i
|
Daftar
Isi
|
ii
|
Pendahuluan
|
1
|
Analisis
SWOT dalam pengelolaan diklat
|
5
|
Kualifikasi
Diklat yang diperlukan masa depan
|
8
|
Strategi
pengelolaan Diklat dalam pengembangan kualitas SDM
|
9
|
Performa
Widyaiswara
|
10
|
Kesimpulan
|
11
|
Daftar
pustaka
|
12
|
STRATEGI PENGELOLAAN DIKLAT DALAM
PENGEMBANGAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
1.1.
PENDAHULUAN
1.2. Latar Belakang
Dalam ersa globalisasi sekarang ini, perkembangann sains dan teknologi dalam berbagai
kehidupan semakin meningkat, terutama karena desakan tuntutan masyarakat baik
di level lokal,nasonal maupun global. Untuk menyesuaikan dan mengantisipasi
pengaruh tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Terlebih
sebentar lagi Asian Economi Community (AEC 2015) era pasar bebas sudah didepan mata.
Berkaitan
dengan hal tersebut, pembangunan nasional Indonesia saat inipun memerlukan
dukungan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Personil yang telah ada sebagian besar masih belum mampu
menyelesaikan pekerjaan pada jenjangnya masing-masing. Oleh sebab itu sasaran
umum Pembangunan Jangka Panjang Kedua untuk menciptakan kualitas manusia dan
kualitas masyarakat merupakan keputusan strategis yang seyogayanya
diimplementasikan dalam berbagai sektor Pemerintahan.
Pengelolaan
sumber daya manusia tidak hanya terpusat pada kegiatan seleksi, penempatan,
pengupahan, pelatihan, transfer, promosi serta berbagai tindakan lainnya, yang
fokusnya adalah pada kepentingan organisasi kerja. Tugas utama dari pengelolaan
sumber daya seringkali hanya mengusahakan agar personil dapat bekerja secara
efektif. Perhatian yang terlampau terpusat pada kepentingan organisasi kerja
cenderung disertai pengabaian
hak-hak mereka untuk diperlakukan secara manusiawi. Strategi pembangunan yang
manusiawi, bukan saja memperhitungkan peningkatan kualitas sumber daya manusia,
dikenal dengan istilah strategi pengembangan sumber daya manusia atau human resources
development. Tapi dalam artian yang luas pengembangan sumber daya manusia
terutama meliputi pendidikan dan pelatihan,
Ciri
yang konkrit dari program pendidikan dan pelatihan dalam peningkatan mutu unjuk
kerja personil selalu berkembang, karena kebutuhan organisasi kerja dan
masyarakat selalu berubah. Kekuatan
potensial yang dapat menimbulkan perubahan adalah yang saling berkaitan. Namun
kegagalan bisa terjadi manakala saling tumbang tindih yang satu dengan yang
lain, maka mungkin saja program pendidikan dan pelatihasn merupakan salah satu
bentuk secara sengaja, tidak mampu menimbulkan perubahan yang substansial dalam
rangka suatu rekayasa.
Upaya perbaikan kurikulum diklat pola baru memang sudah dimulai hanya masalahnya
bagaiamaan meminimalisasi masa transisi , sehingga program diklat tetap
berlangsung tanpa ada masalah seperti penundaan satu tahun lebih empat angkatan diklat pimpinan tingkat tiga.
Karena kita gagal mengantisipasi perubahan
Penelaahan
seperti ini adalah tidak memadai apabila analisisnya terbatas pada efisiensi
dan efektivitas internal sebagai sebuah program dengan sistem tertutup.
Persoalan akan terungkap lebih jelas, jika dianalisis pula faktor eksternal,
terutama faktor organisasi kerja dalam mendayagunakan personil yang telah melalui
proses pendidikan dan pelatihan.
Di
tengah-tengah berbagai sumber kekuatan atau berbagai jenis potensi untuk
program yang mengandung potensi untuk menimbulkan perubahan organisasi, maka
isu kritisnya adalah impuls yang
bersumber dari pengelolaan dan program pendidikan dan pelatihan sangat berperan sebagai “pemicu” dalam
peningkatan sumber daya aparatur.
1.3. Tujuan
Tujuan
Penulisan adalah Memeberikan masukan bagi pengelola Lembaga DIKLAT dalam upaya
peningkatan SDM aparatur
1.4. Masalah
Pengelolaan
Diklat Belum Optimal
II. PEMBAHASAN
2.1 ANALISIS SWOT
DALAM PENGELOLAAN DIKLAT
Pengelolaan Diklat
dalam rangka pengembangan kualitas SDM banyak faktor yang mempengaruhi terhadap
keberhasilan maupun kegagalan dalam meningkatkan kinerja organisasi. Berbagai analisis yang digunakan
dimaksudkan untuk melakukan telaah terhadap berbagai situasi atau keadaan
lingkungan Diklat baik lingkungan internal maupun eksternal. Salah satu
instrumen penting mengantisiapsi situasi dan kondisi perlu menggunakan analisis
SWOT seperti yang ditegaskan oleh Hunger dan Wheelen, “The factor are most
importance to the corporation’s future are refered to as strategic factors and summarized
with the acronym S.W.O.T, standing for Strength,Weaknesses, Oppotunities, and
Threats (Hunger dan Wheelen, 1993: 12).
Analisis
SWOT mengembangkan strength (kekuatan), weaknesses (kelemahan), oppotunities
(kesempatan), dan threats (ancaman). Pendekatan ini berusaha mengembangkan
kekuatan¬kekuatan dan kelemahan-kelemahan internal organisasi (Looking In),
dengan memperhatikan kesempatan-kesempatan dan ancaman¬ancaman yang ada dari
lingkungan eksternal (Looking Out). Dalam makalah ini dibicarakan khusus yang
berkenaan dengan Pengelolaan Diklat Aparatur dalam rangka pengembangan sumber
Daya Manusia di Lingkungan Pemerintahan. Komponen tersebut akan dibahas berikut
ini satu per satu.
2.1.1.
Kekuatan ( Strength )
Faktor
yang menjadi kekuatan dalam mengelola
Diklat sebagai lembaga pengembangan dan pembinaan SDM adalah setiap
kebijakan yang diputuskan pemerintah dalam hal ini Lembaga Administrasi Negara
RI ( LAN RI) No. 10, 11,12,13 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Diklat Pola
Baru , maupun UU no 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sinpil Negara, dan Peraturan
Pemerintah yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai
pedoman bagi pada pelaksana Diklat . serta Peraturan Kepala LAN RI No
20/2013 tentang Standar Biaya Umum
Pendidikan dan Pelatihan dan peraturan lain yang terkait.
Prioritas
pembangunan yang berkaiktan dengan SDM adalah bahwa: “Pembangunan sumber daya
manusia agar makin meningkat kualitasnya sehingga dapat mendukung
pembangunan melalui peningkatan
produktivitas dengan pendidikan nasional yang makin merata dan bermutu,
disertai peningkatan dan perluasan pendidikan keahlian yang dibutuhkan berbagaibidang
pembangunan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi yang makin
mantap”.
Di
Indonesia telah diadakan berbagai pendidikan dan pelatihan dari berbagai bidang
atau profesi dengan maksud meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan
profesionalisme pegawai agar diperoleh kinerja yang optimal.
Mutu
unjuk kerja personil setelah bertugas kembali menunjukkan kemampuan
menyelesaikan tugas dengan rasa percaya diri yang cukup tinggi. Dengan demikian
kita telah memiliki kekuatan¬kekuatan berupa peraturan pendukung, sejumlah
personil yang telah dilatih, dan ketrampilan kompetitif yang baik. Dan
tersedianya sejumlah calon peserta
diklat SDM) yang siap dilatih.
2.1.2.
Kelemahan ( weaknesses)
Dalam
pengelolaan Diklat sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengembangan
dan pembinaan Aparatur Negara masih ditemui sistem manajemen yang belum efisien
dan efektif. Di antara kelemahan atau kendala yang dihadapi (U. Husna, 1995)
adalah:
1)
Mutasi/rotasi personil terlalu sering
2)
Penilaian peserta dalam proses belajar maupun
penyelenggaraan diklat belum dimanfaatkan
3)
fasilitas dalam pelayanan kepada learners terlebih-lebih pada
saat peralatan terbatas belum maksimal.
2.1.3.
Kesempatan ( opportunities )
- .Tersedianya program-program diklat oleh lembaga
pemerintah maupun swasta dalam upaya meningkatkan pengetahuan baik berupa program
Training of trainer (TOT) bagi
widyaiswara, Training of fasilitator
(TOF ), Manajem,en of training ( MOT) bagi pengelola
-. Perkembagan
dunia semakin terbuka yang memerlukan kepekaan bagaimana memamfaatkan berbagai
peluang yang ada. Ada sebuah pandangan yang menyatakan bahwa peluang yang
terbuka tidak memiliki fungsi apa-apa tanpa dapat memanfaatkannya secara pro
aktif. Kesempatan-kesempatan yang ada dapat dipetik dari ekspansi global adalah
bagaimana kita mampu mengakses berbagai
informasi dunia yang dapat membantu mengembangkan SDM kita.
Berbagai
kegiatan yang berorientasi pada peningkatan mutu pengelolaan Diklat , baik
dalam bentuk pendidikan,pelatihan, seminar ,workshop dan
benchmark baik yang diselenggrakan lembaga pemerintah
maupun non pemerintah memberi ruang gerak bagi setiap aparat maupun manajer
untuk terus dapat meningkatkanb kualitas`
sumber daya manusia pengelolaan Diklat.
Kemampuan SDM kita dalam penguasaan Iptek memberikan kesempatan untuk
merebut berbagai kesempatan. Bahkan lulusan SDM kita dari luar negeri dan dalam
negeri memberikan sponsor pendidikan dalam peningkatan mutu SDM.
2.1.4.
Ancaman ( threats )
- Mekanisme pencairan anggaran diklat dari instansi
pengirim masih sering terjadi kendala akibat perubahan peraturan dimana biaya
yang dikirim dari instansi peserta dari berbagai kabupaten kota harus lebih
dulu masuk ke kas daerah sebelum ke lembaga diklat, sehingga waktu dibutuhkan
lebih lama serta administrasi tidak sederhana.
-Dalam beberapa tahun belakangan ini tidak sedikit calon
peserta diklat lebih memilih mengikuti diklat di provinsi lain, antara lain
Jogyakarta, Bandung, Banten dll karena administrasi lebih cepat.
Disamping itu, yang juga maenjadi tantangan bagi
paengeloka diklat adalah adanya persepsi umum bahwa mengikuti diklat di lembaga
diklat hanyalah formalitas belaka sekedar mendapat sertifikat sebagai syarat
kepegawain.
2.2 KUALIFIKASI DIKLAT YANG DIPERLUKAN MASA DEPAN
Tuntutan
kebutuhan Organisasi yang akan datang ditandai dengan dominasi teknologi
komunikasi, sebagian besar pekerjaan Pegawai Negeri Sipil terletak pada sektor
jasa dan informasi. Informasi merupakan kekuatan dan kekuasaan pada zaman pasca
modern. Dunia sedang bergulat dalam masa transisi menuju Globaliasi Disinilah
Sebuah lembaga Pendidikan dan Latihan berperan menyiapkan tenga aparatur yang profsional.
Teknologi
komunikasi menghilangkan batas ruang dan waktu. Peristiwa yang terjadi di
seluruh dunia mempengaruhi reaksi kita. Kita ikut terharu oleh mayat-mayat yang
tertimpa bencana di belahan bumi yang lain. Jaringan telekomunikasi telepon,
telek, faksimili, radio, televisi, komunikasi (gabungan komputer dan
telekomunikasi), international network (internet) secara eksponensial
memperbanyak frekuensi kontak kita. Lembaga Diklat harus menyesuaiakan dengan
perubahan.
Seorang
Aparatur dikatakan profesional secara
psikologis bila dapat memberikan reaksi yang tepat pada Organisasi dimana ia
berada, bila ia “well adjusted”. Kemampuan beradaptasi memberikan kesan bahwa
ia mampu memahami dan mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan/organisasi. Ia memiliki ketrampilan dan memperlihatkan unjuk kerja
yang optimal. Mutu unjuk kerja yang diharapkan adalah tercapainya tingkat
kematangan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada personil.
Hersey
dan Blanchard (1980:162) mengemukakan variasi kematangan seseorang ditinjau
dari tanggung jawab sebagai berikut:
(1) individuals who are neither willing nor
able to take responsibility.
(2) individuals who are willing but not able
to take responsebility
(3) individuals who are able but not willing
to take responsibility, and
(4) individuals who are able to take
responsibility.
Jadi
tingkat keberhasilan pengelolaan dan program Diklat bisa dicirikan peningkatan
pelayanan aparatur yang memperlihatkan mutu unjuk kerja yang tinggi.
2.3. STRATEGI PENGELOLAAN DIKLAT DALAM
PENGEMBANGAN KUALITAS SDM.
Untuk
pembinaan serta pengembangan sumber daya manusia diperlukan suatu strategi
tertentu, sehingga hasil yang diharapkan bisa tercapai. Henry Mintzberg yang
menjelaskan bahwa, A strategy is the pattern or plan that integrates an
organization’s gloals, policies, and action sequences into a cohesive whole.
(Henry Mintzberg, 1982:5). Farky Gaffar menegaskan bahwa strategi adalah
mekanisme organisasi yang menjabarkan visi secara operasional dan
menterjemahkan kebijaksanaan dalam bentuk tindakan nyata. Strategi adalah cara
yang tepat untuk melaksanakan kebijakan (1994:7).
Strategi dalam mengelola diklat profesional
dalam manejemen adalah sebagai berikut:
-2.3.1 Optimalisasi pengelolaan diklat pola baru dgn
meningkatkan pengetahuan penyelenggara
dan performa widyaiswara. Salah
satu kegiatan dalam pengkajian ini adalah mengkaji mutu unjuk kerja personil.
Agar perencanaan pendidikan dan pelatihan mencapai sasaran, maka organisasi
pemakai perlu mengkaji mutu unjuk kerja personil di lingkungannya secara
komprehensif.
Daniel L. Stufflebeam dkk (1985:6-7) mengemukakan
beberapa definisi kebutuhan dalam mengkaji kebutuhan adalah sebagai berikut: kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan bagi
pengelola dan widyaiswara Discrepancy view: A
need is discrepancy between desired performance and observed or predicted performance”.
Democratic view: A need is a charge desired by a mayority of some referance
group. Analytic View: A need is direction in wich improvement can be predicted
to accur, given information about current status. Diagnostic view: A need is
something who absence or defiency proves harmfull.
Kebutuhan
akan pendidikan dan pelatihan bukan hanya dilakukan secara kuantitatif tapi
perlu dilakukan secara komprehensif yakni dengan mengkaji dan menginventarisasi
mutu unjuk kerja personil yang ada sekarang dengan yang seharusnya untuk mampu
menyelesaikan pekerjaan. Performa Widyaiswara
Tantangan
dalam pengembangan program dan pelaksanaan kurikulum adalah faktor pengajar
(/Widyaiswara/Insstruktur, panitia, dan sistem organisasi. Dalam kondisi
seperti ini dituntut tanggungjawab pimpinan sebagai perancang program. “In
dedigning profesional development programs for those responsible for
instructions, instructional leaders should address the technical skills needed
to develop and implement an outcome-ased instructional system...” (Kathleen A.
Fitzpatrick, 1995:127).
Dari
pembahasan di atas jelaslah bahwa kurikulum perlu diupayakan untuk dihubungkan
dengan tugas personil di lapangan yang menyangkut berbagai ketrampilan.
Keterhubungan itu memang perlu diperhatikan dalam merancang kurikulum.
Substansi Kurikulum perlu menyentuh seluruh kebutuhan organisasi dan
pertumbuhan kepribadian peserta. Jika dilihat dari materi kurikulum, agar
peserta mengalami perubahan yang mendasar sebagai aparat pemerintah, maka
kurikulum seyogyanya secara substansi memuat tentang: tecnical skill,
conceptual skill, human skill, political skill, dan personal growth.
Ketrampilan
teknis (technical skill) yaitu kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur
dan teknik dari suatu bidang kegiatan tertentu. Ketrampilan manusiawi (human
skill) yaitu kemampuan untuk bekerja dengan orang lain, memahami dan merancang
serta mendorong orang lain. Orang lain itu termasuk bawahan.
Ketrampilan
konseptual (conceptual skill) adalah kemampuan mengkoordinasi dan mengintegrasikan
seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi sehingga organisasi dapat dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh.
Ketrampilan
politis (Political skill) dimaksudkan adalah ketrampilan yang mampu memperoleh
kekuatan untuk mencapai tujuan organisasi. Ketrampilan politis termasuk
menentukan hubungan yang benar dan mempengaruhi orang yang benar. Ketrampilan
politis termasuk memenangkan pengaruh dari orang lain, merebut kekuatan ataupun
mempertahankan kekuatan. Ketrampilan ini
memungkinkan seorang untuk terus
mengembangkan kariernya. “Recently, Pfeffer (1989) suggested that a political
focus may be an important, yet overlook. persfective in understanding career
success”. (Timothy A. Judge, 1994:44).
Pertumbuhan
kepribadian (personal growth) diharapkan tumbuh sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugas pengabdiannya, dan kedewasaan bertindak. Pemahaman,
penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang
pemimpin. Penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi
stafnya.Peserta sebagai input diasumsikan sudah memiliki
(K)
Knowledge: Pengetahuan, (S) Skill: Ketrampilan, dan (A) Atitude: Sikap. Setelah
selesai mengikuti pendidikan diharapkan lebih menekankan pada perubahan Atitude
(Sikap), setelah itu Skill (Ketrampilan), dan terakhir memiliki knowledge
(pengetahuan). Upaya untuk menguasai KSA menjadi ASK tidak hanya dalam semboyan
tapi diwujudkan dalam setiap penyampaian aspek kurikulum, dengan terintegratif
dalam setiap proses belajar mengajar. Aspek tersebut memang tidak terlihat
secara eksplisit dalam kurikulum, aspek tersebut seakan-akan tersembunyi di
dalam setiap piranti, dan nyata hingga tidak perlu penyampaian secara
monolitik.
Performance
instruktur / Widyaiswara mencakup
aspek-aspek:
a).
Kemampuan profesional, b) Kemampuan sosial, c)Kemampuan personal. Ketiga
standar umum ini sering dijabarkan sebagai berikut: (Johnson, 1980). Kemampuan
profesional seorang pelatih atau instruktur meliputi: (1) Penguasaan materi
pelajaran yang terdiri dari bahan yang akan diajarkan, dan konsep dasar
keilmuan dari bahan yang diajarkan itu: (2) Penguasaan dan penghayatan atas
landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan; (3) Penguasaan proses
kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.Kemampuan sosial menyangkut
kemampuan menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada
waktu membawakan tugasnya sebagai instruktur. Kemampuan personal (pribadi)
mencakup: (1) Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya
sebagai seorang pelatih beserta unsur¬unsurnya: (2) Pemahaman, penghayatan, dan
penampilan nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang instruktur: (3) Penampilan
upaya untuk menjadikan dirinya panutan dan teladan bagi peserta latihan.Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi instruktur perlu mendapat
pengakuan dan perlindungan hukum. Sehingga tidak semua orang mempunyai peluang
untuk tampil menyelenggarakan proses belajar mengajar.Metode yang dipergunakan
Widyaiswara dalam melaksanakan
proses belajar mengajar dalam persepsi peserta seyogyanya dapat.membangkitkan
keakraban emosional dan memberikan kepercayaan intelektual.
2.3.2. Memanfaatkan tenaga diklat yang berpengalaman
Berikutnya strategi yang akan memberi efek positif adalah
bagaimana pimpinan diklat memanfaatkan sebesar-besar sumber daya manusia yang
berpengalaman dan tentu akan lebih baiklagi personil yang mampu mengelola
program tidak lagi secara manual. Tenaga seperti ini cukup memadai di lembaga
diklat provinsi lampung tapi hanya karena perbedaan pendapat yang tidak terselesaikan, mereka yang cukup
terampil kurang dimanfaaatkan bahkan dimutasi
2.3.3. Mutasi pegawai
Disamping hal tersebut diatas, saatr ini sudah menjadi hal yang lumrah seseorang apakah staf atau pejabat, mengalami dinamika yang rumit dalam hal mutasi. Hal ini bisa dimaklumi jika landasanya adalah penyegaran, tetapi yang terjadi belakanagan ini sudah frekwensi dan intensitasnya meningkat tajam, bahkan cenderung mempengaaruhi kinerja pegawai. Untuk mengatasi hal demikian ini pengelola diklat hendaknya merancang inseminasi diklattiham atau pelakantor sendiri bagi tenaga/pejabat yang baru dimutasi sehingga program diklat tidak terkendala.
2.3.4.Evaluasi.
Memanfaatkan data hasil penilaian peserta dalam monev (Kematangan dlm persiapan, pelaksanaan) diklat dan melakukan evaluasi pascadiklat secara berkala.
Disamping hal tersebut diatas, saatr ini sudah menjadi hal yang lumrah seseorang apakah staf atau pejabat, mengalami dinamika yang rumit dalam hal mutasi. Hal ini bisa dimaklumi jika landasanya adalah penyegaran, tetapi yang terjadi belakanagan ini sudah frekwensi dan intensitasnya meningkat tajam, bahkan cenderung mempengaaruhi kinerja pegawai. Untuk mengatasi hal demikian ini pengelola diklat hendaknya merancang inseminasi diklattiham atau pelakantor sendiri bagi tenaga/pejabat yang baru dimutasi sehingga program diklat tidak terkendala.
2.3.4.Evaluasi.
Memanfaatkan data hasil penilaian peserta dalam monev (Kematangan dlm persiapan, pelaksanaan) diklat dan melakukan evaluasi pascadiklat secara berkala.
Persiapan dan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan memerlukan persiapan. Di antara persiapan itu adalah
membuat kebijakan pertemuandengan penatar, membuat jadwal, mempersiapkan
fasilitas proses belajar mengajar. Untuk membuat
persiapan pendidikan dan pelatihan Diklat perlu mengadakan pertemuan dengan
seluruh penatar. Kita tidak boleh erasumsi bahwa silabi sudah cukup memadai
untuk pegangan menyampaikan materi. Pertemuan dengan seluruh Widyaiswara pada
dasarnya untuk mencegah terlalu jauh menyimpang dari tujuan yang telah
ditetapkan. Koordinasi di antara adanya pertemuan bersama semua gerak langkah
terkoordinasi dengan baik. Dalam hal seperti ini perlu sikap hati-hati dalam
membuat suatu asumsi seperti yang disarankan oleh Michael W. Apple (1995:153),
“We should cautions of technical solutions to political problems. We should cautions
about fine-sounding words that may not take account of daily lives of the
people who work in this institutions
Evaluasi atau penilaian dilakukan pada dasarnya untuk
mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan, Termasuk
didalamya Kelengkapan Sarana dan Prasarana serta kesiapan tenaga
penyelenggara sebagai bagian penting
keberhasilan. Dengan evaluasi dapat diketahui
bagian mana yang dapat dikembangkan
terutama yang masih lemah. Evaluasi juga dapat mengetahui faktor penyebab
kelemahan dalam proses belajar mengajar kemudian diupayakan menemukan cara
pemecahannya, bukan evaluasi penyelenggaraan Pelatihan dan penilaian
Instruktur/Widyaiswara yang hanya sekedar mengisi balanko rutinitas belaka tanpa ada tindak lanjutnya.
- Mengoptimalkan komunikasi utk meningkatkan pemahaman
dan sosialisasi program diklat.
Komunikasi yang perlu ditingkatkan
meliputi komunikasi internal diklat dan mitra kerja sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan pemahaman dan menjamin semua perencanaan, perubahan
program diklat segera tersampaikan sehingga bila ada perubahan baik indek
pembiayaan, program yang berubah, bisa
disesuaikan dengan anggaran dan progam kerja mitra yang terkait
2.3.5. Memaksimalkan kinerja lembaga diklat dalam hal peningkatan kualitas pelayanan.
2.3.5. Memaksimalkan kinerja lembaga diklat dalam hal peningkatan kualitas pelayanan.
Di era sekarang
ini suatu lembaga dikatakan profesional dengan mudah bisa dilihat dengan kasat
mata seberapa berkualitasnya pelayanan pengelola lembaga.
2.3.6.Membangun budaya kerja efektif (belajar cepat, hasil maksimal).
2.3.6.Membangun budaya kerja efektif (belajar cepat, hasil maksimal).
III. KESIMPULAN
Pengembangan
sumber daya manusia akan berjalan dengan efektif bila organisasi penyelenggaraan mengelolanya
secara profesional. Salah satu upaya engembangan SDM adalah pendidikan dan
pelatihan. Untuk melaksanakan pendidikan dan
pelatihan diperlukan suatu strategi. Strategi yang dapat ditempuh tetap
mengacu pada mutu, di mana produk akhir diukur dan memenuhi standard tertentu.
Standard bagi personil diukur dari kemampuan melaksanakan tugas sesuai dengan
jenjang jabatan structural maupun fungsinal atau keterampilan tehnis tertentu. Mutu yang akan ditingkatkan adalah
mutu unjuk kerja personil agar mereka lebih produktif dalam menjalankan tugas
yang menjadi tanggungjawabnya sekarang atau untuk masa yang akan datang.
Upaya
perbaikan mutu oleh pengelola Diklat adalah unjuk kerja yang tuntas perlu
dilakukan secara terus menerus, mulai dari mengkaji mutu unjuk kerja,
melaksanakan strategi pendidikan dan pelatihan, mengevaluasi dan membina mutu
unjuk kerja setelah selesai pendidikan dan pelatihan (Evaluasi Pasca Latihan).
Dalam mengkaji mutu unjuk kerja personil lakukan kegiatan identifikasi mutu
unjuk kerja personil dengan instrumen yang valid dan reliabilitasnya telah
teruji, membuat kebijakan dan prioritas, menentukan program yang ditempuh.
Pengelola Lembaga pendidikan yang bertugas
meningkatkan mutu unjuk kerja personil seyogyanya mempertimbangkan hasil kajian
mutu unjuk kerja personil yang telah diperoleh, sebagai bahan pengayaan
kurikulum. Kurikulum yang dipakai adalah koheren yang secara substantif
mensikronisasikan kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi sebagai tujuan
yang akan dicapai. Kurikulum, proses pendidikan dan pelatihan, dan evaluasi
selama proses Diklat berlangsung hingga Evaluasi pascadiklat merupakan suatu
sistem yang harus direncanakan secara strategis, sehingga dalam pelaksanaan
tidak banyak mengalami benturan dan hambatan. fasilitator/Widyaiswara dan peserta merupakan komponen yang sangat
menentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmara,
U. Husna, 1995, Permasalahan Sumberdaya Aparatur : Tinjauan dari Aspek
Pendidikan dan Pelatihan, Pontianak, LAN dan Pemda Kalbar.
Hersey
,Paul and Blanchard, Kennet.H, 1980, Management of Organizational Behavior,
Utilizing Human Resources, New`Delhi , Prentice Hall of India Private Limited .
Hunger,J.
David dan Wheelen, Thomas L, 1993, Strategic
Judge,
Timothy A & Robert D Bretz ,1994, Political Influence Behavior and Career
Success, Journal of Management 20(1).
Mintzberg,
Henry and Brian Quinn James, 1992,The Stategy Process, Concepts and Contexts, New
Jersey USA, Prentice Hall Inc.
Nawawi,
Hadari, 2001, Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press.
Nursanti,
T.Desy, 2002, Strategi Teintegrasi Dalam Perencanaan SDM , dalam Usmara, A
(ed), Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Amara books.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar